Perkenalkan
namaku Anindya Syafaul Fitri, Aku merupakan anak tunggal dari keluarga
pengusaha yang cukup berada. Kehidupanku pun bisa dibilang hampir tidak pernah
merasakan kekurangan, ayah dan ibuku selalu bisa memberikan apa yang aku
inginkan, dan mereka pun selalu berusaha untuk menyisihkan waktunya hanya
sekedar untuk makan malam bersama dirumah dan mendengarkan apapun keluh kesahku.
Dirumahku aku tinggal bersama ayah, ibu, bi asih, dan sari. Sari adalah anaknya
bi asih, dialah yang selalu menemaniku bermain setiap aku pulang sekolah. Oia,
ayah dan ibuku sama sekali tidak pernah melarang ku untuk bermain dengan siapa
saja. Karena ayah pernah berkata : “semua orang sama derajatnya dimata Allah,
hanya perbuatan dan amalnya saja yang membedakan kemuliaan orang tersebut”.
Oleh karena itu aku selalu bergaul dengan siapapun tanpa sedikitpun
membeda-bedakan teman-temanku.
Dering
alarm membangunkanku, ku lihat jam sudah menunjukan pukul 5.00 pagi. Aku langsung
bergegas untuk keluar kamar untuk sholat subuh berjamaah, hampir sejak kecil
aku selalu diajarkan untuk sholat berjamaah oleh ayah dan ibu. Setelah selesai
sholat subuh berjamaah, ibu langsung menuju dapur untuk menyiapkan sarapan
untuk aku dan ayah.
“ibu
mau masak apa hari ini? Mau anin bantu ga buuu??” ujarku
“ibu
mau masak nasi goreng special kesukaan kamu nak, kamu masuk kamar saja sana
siapkan bukunya dan jangan lupa mandi biar nggak bau aseem.” Sahut ibu dengan
nada meledek
“iih
ibu mah, anin wangi tau bu” sahutku dengan wajah cemberut
“yaudah
sana mandi sayang, nanti kesiangan”
“oke
ibuu yang cantiikk”
Setelah
selesai mandi dan berkemas, aku baru ingat bahwa buku catatanku belum dimasukan
kedalam tas. Dan akupun mencari buku itu ke dalam lemari buku, tapi setelah aku
cari, aku tidak dapat menemukan buku itu juga. Setelah sekian lama aku mencari
buku itu, tetapi tidak juga ketemu. Mungkin aku lupa kalau bukunya sedang
dikumpulkan. Dan akupun langsung berlari keluar kamar menuju meja makan, karena
pasti ayah dan ibu sudah menunggu disana. Dan benar sekali ayah sudah ada di
meja makan sambil mengobrol dengan ibu.
Melihat
aku keluar ayah langsung berkata :“lama sekali sih kamu nak, ayah sudah lapar
tau nunggu kamu”. sembari tertawa kecil
“hehe,
iya maaf yah tadi aku mencari buku catatan yang hilang. Maaf kalau jadi lama
nunggu anin” sahutku dengan wajah sedikit sendu
“anak
ayah kok sedih gitu siih, sudah sini duduk disamping ayah”
“baik
yah,” sahutku sembari duduk dikursi sebelah ayah
“sudah
dong, anak ayah gak boleh sedih gitu. Harus murah senyum biar cantik” ucap ayah
sambil mencubit pipiku
“ihh
iya ayah nih anin senyum” ucapku sambil tersenyum manis memandang ayah
Setelah
selesai makan akupun bergegas untuk berangkat sekolah, dan seperti biasanya ayah
selalu mengantarkan aku ke sekolah. Selama dijalan aku berbincang banyak dengan
ayah tentang sekolahku dan juga teman-temanku. Tidak terasa ternyata kami sudah
sampai di gerbang sekolah, akupun tidak lupa berpamitan dengan ayah.
“yah,
anin sekolah dulu ya..... ayah hati-hati dijalan” ucapku sambil mencium tangan
ayah
“iya
nak, anin juga semangat belajarnya” ayah menyemangati sembari mengecup keningku
“assalamualaikum
yah”
“iya,
waalaikumsalam”
Sesampainya
disekolah aku langsung menuju kelas yang berada di ujung lorong. Di depan kelas
nampak dua teman dekatku yaitu anis dan yayang yang sedang asik berbincang
sambil tertawa terbahak-bahak. Akupun langsung berjalan menuju mereka berdua
sambil berniatan untuk mengageti mereka.
“doorrrrrr,
seru banget sih kayaknya ngobrol sampe ketawa begitu?” ujarku
“ehh
kamu nin, iya nih kita lagi ngomongin itu tadi yayang pas berangkat sekolah
ketemu orang gila dipinggir jalan” sahut anis sembari menahan tawa
“ih
yayang, pagi-pagi udah liat orang gila aja. Hehehehe” aku menimpali
(tiba-tiba
bel masuk berdering)
“hei
udah bel tuh, ayo masuk kelas” ujar anis
“ayo”
sahutku
Dan
kami pun masuk kelas dan memulai pelajaran, dan benar saja buku catatan yang
tadi pagi aku cari ternyata memang sedang dikumpulkan. Terkadang memang aku
suka lupa tentang hal-hal seperti ini. setelah satu jam pelajaran aku merasa
ingin buang air kecil dan aku pun meminta izin untuk ke toilet. di koridor
menuju toilet samar-samar aku melihat ayah dengan wajah yang sangat pucat
sekali sedang berjalan dengan langkah sangat pelan. Dan akupun sedikit
kebingungan ada apa ayah datang ke sekolah, lalu aku berjalan menghampiri ayah
sambil memanggil “ayahhhhhhh, ada apa ayah ke sekolah? Bukannya seharusnya ayah
kerja?” tetapi ayah tidak menjawabnya sama sekali. Ayah hanya menoleh kearahku
sambil tersenyum dan berkata “Anin jaga ibu ya, anin harus jadi anak sholehah,
ingat pesan ayah anin tidak boleh lupa sholat, kalau ayah tidak ada anin jangan
sedih ya” sontak akupun bingung kenapa ayah tiba-tiba ngomong seperti ini.
Akupun menjawab “iya ayah, anin akan selalu ingat semua kata ayah. Tapi kenapa
ayah tiba-tiba ke sekolah anin lalu ayah ngomong seperti ini?” tetapi ayah
tidak menjawab sepatah kata pun. Ayah hanya tersenyum manis dan berjalan menuju
ujung koridor ke arah gerbang sekolah.
Di
dalam kelas aku lebih bingung, ada ibu dan bi asih duduk disamping meja guru
dengan wajah sendu sekali seperti menahan tangis, melihat aku datang ibu
langsung berlari memelukku dengan sangat erat sekali, seperti sangat tidak
ingin kehilangan. Ibu hanya berkata : “ayaahh nak.......” dan akupun menjawab :
“ayah kenapa bu? Tadi ayah baru saja kesini bu. Anin ketemu ayah tadi di koridor,
tapi ayah sudah pulang bu.” Dan ibu menatapku sambil berkata : “ayah kecelakaan
sewaktu berangkat kerja nak, ayah meninggal”. Bagaikan petir disiang bolong, akupun menangis
sejadi-jadinya tanpa memperdulikan sekelilingku lagi, aku tidak percaya ayah pergi
secepat ini, dan akupun meminta untuk pulang untuk bertemu ayah untuk terakhir
kalinya.
Sesampainya
dirumah, bendera kuning sudah terpampang di depan rumahku. Dan akupun langsung
berlari masuk kedalam rumah dan langsung memeluk jenazah ayah. “ayah nggak
ninggalin anin kan? Ayah Cuma tidur kan yahh.. ayahhhhhhhh” ibu dengan raut
wajah menahan tangis menghampiriku sambil memeluk dengan erat sekali dan
membisikkan di telingaku
“anin gak boleh nangis, ayah disana gak mau lihat anin nangis, ayah pasti nangis juga kalau lihat anin nangis. Lebih baik anin doakan ayah ya nak sayang”.
“anin gak boleh nangis, ayah disana gak mau lihat anin nangis, ayah pasti nangis juga kalau lihat anin nangis. Lebih baik anin doakan ayah ya nak sayang”.
Setelah
sholat zuhur ayah pun dimakamkan, aku menyaksikan sendiri pemakaman ayah. Dan
mulai saat ini aku harus terbiasa hidup tanpa ada canda dan tawa dengan ayah.
Dan agama pun mengajarkan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Jadi aku
harus mengikhlaskan kepergian ayah.
0 Response to "Mencoba Untuk Ikhlas"
Post a Comment
Terimakasih sudah bersedia berkunjung. Semoga bermanfaat. Silahkan tulis komentar anda di papan komentar. Komentar anda sangat bermanfaat untuk kemajuan artikel-artikel selanjutnya.